Mengenai Penulis

Foto saya
Nama saya Farida Febriani. Saya lahir di Gresik pada tanggal 21 Februari 2021. Saat ini, saya menempuh S1 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas PGRI Adibuana Surabaya. Saya tinggal di Gresik Selatan, tepatnya di Kecamatan Kedamean.

KRITIK PUISI " ULAMA ABIYASA TAK PERNAH MINTA JATAH"

undefined
202. undefined

 
“Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah"


Karya M. Shoim Anwar

Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

 

Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata

 

Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama

Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah

Penghujung Desember 2020

 

                       Desember 2020

 

Kritik Berdasarkan Bentuk Puisi

Puisi karya M. Shoim Anwar dengan judul Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah menceritakan tentang Ulama Abiyasa yang menjadi panutan karena mempunyai sifat yang jujur, bertanggungjawab, apa adanya, dan mempunyai tutur kata yang santun. Berdasarkan bentuk puisinya, puisi di atas terdiri dari tiga bait. Setiap bait mempunyai jumlah baris yang berbeda. Bait pertama, terdiri atas 8 baris, bait kedua, mempunyai 6 baris, dan bait ketiga terdiri dari 16 baris. Jadi, jumlah baris secara keseluruhan dalam puisi Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah adalah 30 baris. Pada bait pertama, baris keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan terdapat pengulangan bunyi tak pernah pada awal kalimat sebanyak empat kali. Bunyi Ulama Abiyasa juga diulangi sebanyak tiga kali pada setiap awal bait. Puisi Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah ditulis pada akhir bulan Desember tahun 2020.

 

Makna Puisi Per-Bait

Bait Pertama

Baris pertama dan kedua menjelaskan bahwa di awal kisah, Ulama Abiyasa adalah contoh para rakyat kecil. Kata cagak yang tegak pada baris ketiga adalah simbol penopang, yang artinya, Ulama Abiyasa adalah seseorang yang kuat, yang tahan dalam mengahadapi segala hal.

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

Pada baris keempat sampai ke delapan mempunyai makna bahwa Ulama Abiyasa tidak tergoda dengan jabatan dan kemegahan dunia. Dia tidak meminta-minta untuk memperoleh imbalan dalam menjalankan kewajibannya. Dia jujur dan bertanggungjawab. Apabila, diacam oleh orang yang iri dengannya, ia tetap pada pendiriannya. Apabila, diberikan uang sogokan, dia tidak menerimanya. Dengan demikian, inti dari bait pertama yaitu Ulama Abiyasa adalah orang yang berbudi luhur, jujur, tanggungjawab, dan apa adanya.

Bait Kedua

Pada bait kedua, baris pertama kalimat merengkuh teguh hati dan lidah mempunyai makna bahwa Ulama Abiyasa selalu menjaga hati dan lidahnya dalam perbuatan maupun perkataan. Pada baris kedua, kata marwah adalah simbol kehormatan diri sehingga baris kedua mempunyai arti bahwa Ulama Abiyasa selalu menjaga kehormatannya, harga dirinya atau nama baiknya. Bunyi tuturnya indah menyemaikan aroma bunga pada baris ketiga mempunyai makna bahwa tutur kata atau ucapan Ulama Abiyasa santun, sehingga membuat hati pendengarnya senang. Kata Indah adalah simbol kesantunan dan kata bunga merupakan simbol senang. Pada baris keempat, bunyi senyumnya merasuk hingga ke sukma menandakan bahwa wajah Ulama Abiyasa sangat manis, sehingga senyumannya membuat orang yang melihatnya menjadi terbayang-bayang. Baris kelima, bunyi langkahnya menjadi panutan bijaksana mempunyai arti bahwa Ulama Abiyasa selalu berhati-hati dalam berperilaku, sehingga ia mampu menjadi teladan. Kata langkah adalah simbol perbuatan atau perilaku. Pada baris terakhir yaitu baris keenam, kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata bermakna bahwa Ulama Abiyasa selalu menjaga kehormatannya, menjaga nama baiknya tanpa ada kejelekan sedikitpun. Maksudnya,  Ulama Abiyasa tidak pernah melakukan kekerasan atau tindakan yang tidak baik agar kehormatannya tetap terjaga.

Bait Ketiga

Pada bait ketiga, menjelaskan perkataan Ulama Abiyasa tentang para raja dan penguasa. Bunyi bertita artinya berkata. Baris kedua, ketiga, keempat, dan kelima mempunyai makna bahwa para raja dan penguasa sangat menghormati Ulama Abiyasa sehingga tidak ada yang berani untuk meminta bantuannya untuk mengumpulkan para pendukung agar raja dan penguasa dapat menjadi seorang pemimpin. Kalimat didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa adalah simbol menjadi seorang pemimpin. Pada baris keenam, ketujuh, dan kedelapan menjelaskan bahwa Ulama Abiyasa tidak mau jika diberikan sogokan. Hal ini terbukti pada simbol bunyi diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah.

Kemudian, pada baris kesembilan Ulama Abiyasa meminta agar para raja dan penguasa agar datang kepadanya hanya untuk memberikan hormat padanya. Hal itu, sudah membuat Ulama Abiyasa menerima yang tertuang pada bunyi semua diterima dengan senyum mempesona. Pada baris kesebelas dan dua belas, Ulama Abiyasa mengatakan bahwa dirinya tidak suka apabila para raja dan penguasa datang untuk meminta dirinya memberikan solusi tetapi dengan jalan yang tidak benar yaitu dengan mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ulama Abiyasa orangnya apa adanya, tidak mau apabila diminta dengan tujuan yang tidak baik. Hal tersebut terdapat pada bunyi jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena, sebab ia lurus apa adanya. Pada baris ketiga belas, empat belas, dan lima belas, Ulama Abisaya memerintahkan agar para raja dan para penguasa datang kepadanya untuk meminta diberikan solusi yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan solusi yang membujuk dan menipu rakyat. Pada baris yang terakhir yaitu baris keenam belas dijelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi  pada akhir bulan Desember 2020. Dengan demikian, Ulama Abiyasa merupakan orang yang ikhlas membantu seseorang. Ia mengerjakan tanpa ada rasa pamrih dan tanpa meminta imbalan atau balasan.

 


Perbandingan dengan Aktual

Puisi karya M. Shoim Anwar dengan judul Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah masih sesuai dengan kehidupan saat ini. Dalam puisi tersebut dijelaskan bahwa Ulama Abiyasa merupakan orang yang menjadi panutan karena mempunyai sifat yang jujur, bertanggungjawab, apa adanya, dan mempunyai tutur kata yang santun. Jika dibandingkan dengan kehidupan saat ini, masih ada orang yang mempunyai sifat seperti Ulama Abiyasa, tetapi tidak banyak, hanya segelintir orang. Pada puisi tersebut juga dijelaskan bahwa para penguasa datang ke Ulama Abiyasa dengan tujuan untuk meminta bantuan tetapi Ulama Abiyasa tidak suka karena mereka membawa sesuatu sebagai imbalan. Ulama Abiyasa ikhlas membantu mereka. Pada kenyataannya, masih banyak pemimpin negara yang mempunyai sikap seperti para penguasa tersebut. Agar memperoleh jabatan, mereka tidak segan untuk meminta bantuan kepada orang pintar atau seoarang ulama. Hal itu dilakukan semata-mata dengan tujuan untuk memperoleh suara atau dukungan yang banyak dari rakyat dalam pemilihan umum karena masyarakat Indonesia mayoritas beragama islam. Berkebalikan dengan sikap Ulama Abiyasa yang ikhlas membantu. Ulama yang membantu tersebut saat ini justru melakukan untuk memperoleh imbalan, baik berupa uang maupun diberikan jabatan.

 

Your Reply