Mengenai Penulis

Foto saya
Nama saya Farida Febriani. Saya lahir di Gresik pada tanggal 21 Februari 2021. Saat ini, saya menempuh S1 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas PGRI Adibuana Surabaya. Saya tinggal di Gresik Selatan, tepatnya di Kecamatan Kedamean.

KRITIK PUISI "MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA"


.

 

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia



Karya Taufik Ismail

 

I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga

Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam itulah tahunnya

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia 


Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia

Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,

Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia 


Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya

Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya

Dadaku busung jadi anak Indonesia


Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army

Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini 


II
Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.

III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor

satu,


Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang

curang susah dicari tandingan, 


Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu

dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara

hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,


Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,

senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan

peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk

kantung jas safari,


Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,

anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,

menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar

orangtua mereka bersenang hati,


Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat
-

sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-

besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,


Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan

sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak

putus dilarang-larang,


Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat

belanja modal raksasa,


Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,

ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang

saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan

pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan

diinjak dan dilunyah lumat-lumat, 


Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak

rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya

dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek

Jakarta secara resmi,


Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima

belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,


Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,

fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,


Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror

penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil

bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor

pertandingan yang disetujui bersama,


Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala

Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala

Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,

India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah

Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,


Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat

terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur

Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula

pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta

terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,

dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai

saksi terang-terangan, 


Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam

kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di

tumpukan jerami selepas menuai padi.

IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.


1998

 

Sumber : http://kepadapuisi.blogspot.com/2013/07/malu-aku-jadi-orang-indonesia_295.html

 

Kritik Berdasarkan Bentuk Puisi

Puisi dengan judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail di atas terdiri atas empat bagian. Setiap bagian mempunyai jumlah bait dan baris yang berbeda. Bagian pertama terdapat empat bait yang setiap baitnya memiliki empat baris dengan rima akhir a-a-a-a. Pada bagian kedua, terdiri atas satu bait yang didalamnya mempunyai delapan baris yang berima akhir a-a-a-a-a-a-a-a. Di dalam bagian kedua ini juga terjadi pengulangan bunyi Berjalan aku pada baris ketiga, keempat, dan kelima. Kemudian, pada bagian ketiga peletakan kalimat dibuat tidak beraturan dan didalamnya terdapat pengulangan bunyi Di negeriku pada setiap mengawali kalimat. Bagian yang terakhir yaitu bagian empat bentuknya sama persis dengan bagian kedua. Gaya bahasa yang digunakan Taufik Ismail pada puisi ini adalaj bahasa sehari-hari, sehingga mudah dimengerti oleh pembaca.

 

Makna dan Isi Puisi

Bagian Pertama

Isi dan makna bagian pertama dari puisi dengan judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail di atas menceritakan tentang tokoh aku yang mendaparkan beasiswa di luar negeri. Disana, tokoh aku mempunyai sahabat bernama Thomas Stone. Sahabat tokoh aku tersebut sangat kagum dengan revolusi negara Indonesia. Lantas, tokoh aku berbangga diri terhadap negaranya.

Bagian Kedua dan Keempat

Kemudian, pada bagian kedua tokoh aku tersentak dengan keadaan negara asalnya yaitu Indonesia. Keadaan negaranya tidak seperti yang dibayangkan. Dimana hukum tidak lagi tegak seperti dulu. Hingga pada akhirnya, tokoh aku tidak lagi berbangga diri terhadap negaranya. Tokoh aku justru malu akan hal itu karena pada kenyataannya kabar tentang negaranya tidak sesuai dengan kekaguman dari sahabatnya.

Bagian Ketiga

Pada bagian ketiga ini, tokoh aku menggambarkan keadaan negaranya yang begitu banyak kejahatan dan ketidakadilan didalamnya. Selain itu, tindak kejahatan juga meraja lela. Keadaan tersebut membuat rakyat kecil semakin terpuruk. Bahkan, Taufik Ismail juga menyebutkan beberapa bukti pada puisinya ini, salah satunya kejahatan pada Udin dan Marsinah.

 

Pesan yang Terkandung dalam Puisi

Pesan yang terkandung dalam puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia sebenarnya ditujukan kepada pemerintah. Puisi ini nampak bermaksud menyindir pemerintah agar bertindak adil dan jujur kepada rakyatnya. Sikap malu yang ditunjukkan Taufik Ismail adalah sebuah gambaran keadaan negara Indonesia pada waktu itu. Bahkan, gambaran keadaan tersebut masih nampak pada negara Indonesia saat ini.

 

Perbandingan dengan Aktual

Keadaan yang digambarkan dalam puisi dengan judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail di atas masih sesuai dengan keadaan negara Indonesia saat ini. Penegakan hukum masih belum merata dan keadilan masih berpihak kepada orang yang dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Kejahatan dan pembunuhan juga susah untuk dibongkar karena didalamnya terdapat persekongkolan yang rapi dan tidak mudah untuk diketahui orang luar. Sebut saja seperti kejadian penyiraman wajah Novel Baswedan dengan air keras. Atau bahkan, kematian Marsinah yang hingga saat ini tidak dapat dibongkar. Kedua kejadian tersebut masih berhubungan dengan politik. Dimana, terdapat orang-orang yang ingin mempunyai kekuasaan dan tidak ingin kesalahannya diketahui orang lain, sehingga orang-orang tersebut terpaksa bertindak kejahatan untuk menutupi kesalahannya.

Your Reply