Mengenai Penulis

Foto saya
Nama saya Farida Febriani. Saya lahir di Gresik pada tanggal 21 Februari 2021. Saat ini, saya menempuh S1 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas PGRI Adibuana Surabaya. Saya tinggal di Gresik Selatan, tepatnya di Kecamatan Kedamean.

KRITIK PUISI "HANTU KOLAM", "HANTU MUSIM", DAN "HANTU DERMAGA"


.

 

KRITIK PUISI

KARYA MASHURI

 

Berikut ini adalah kritik puisi pada tiga judul puisi yang berbeda dan saling berkaitan karya Mashuri.


Hantu Kolam

                                                                

: plung!

di gigir kolam
serupa serdadu lari dari perang
tampangku membayang rumpang

 

mataku berenang
bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap
tak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

 

segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai
matahari
aku terkubur sendiri di bawah timbunan
rembulan
segalanya tertemali sunyi
mungkin…

 

“plung!”

aku pernah mendengar suara itu
tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu
yang jatuh
kerna kini kolam tak beriak
aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

 

Banyuwangi, 2012-12-03


Hantu Musim

 

aku hanya musim yang dikirim rebah hutan
kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga
unggas – yang pernah mampir di pinggir semi
semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut
pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata
itu tak lebih hanya mengenal kembali peta
lama, yang pernah tergurat berjuta masa

 

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan
yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

 

di situ, aku panas, sekaligus dingin
sebagaimana unggas yang pernah kita lihat
di telaga, tetapi bayangannya selalu
mengirimkan warna sayu, kelabu
dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya
dengan atau tanpa cerita tentang musim
yang terus berganti…

 

Magelang, 2012


Hantu Dermaga

 

mimpi, puisi dan dongeng
yang terwarta dari pintumu
memanjang di buritan
kisah itu tak sekedar mantram
dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar
ia serupa pendulum
yang dikulum cenayang
dermaga
ia hanya titik imaji
dari hujan yang berhenti
serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

 

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam kematian, mungkin kelahiran
kedua
segalanya mengambang
bak hujan yang kembali
merki pantai
telah berpindah dan waktu pergi
menjaring darah kembali

 

Sidoarjo, 2012

Sumber : https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/


Kritik Berdasarkan Bentuk Puisi

Puisi pertama, dengan judul Hantu Kolam karya Mashuri di atas terdiri dari enam bait. Pada bait pertama dan kelima hanya ada satu baris dengan bunyi yang sama yaitu plung. Pada bait kedua terdiri atas tiga baris. Kemudian, bait ketiga berisi tujuh baris, bait keempat ada enam baris, dan bait terakhir yaitu bait keenam ada lima baris. Sehingga, jumlah baris dalam puisi Hantu Kolam di atas dua puluh tiga baris. Puisi tersebut dibuat di Banyuwangi pada tanggal 12 Maret 2012. Puisi Hantu Kolam sangat menarik untuk dibaca. Isi puisi dikemas dengan menggunakan gaya bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca.

Majas hiperbola dan Simile ditemukan pada baris yang berbunyi sebagai berikut.

Hiperbola:               

· bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap (bait ketiga, baris kedua)

· aku terkubur sendiri di bawah timbunan (bait keempat, baris ketiga dan keempat)
rembulan

· aku hanya melihat wajah sendiri, berserak (bait keenam, baris kelima)

Simile:

· serupa serdadu lari dari perang (bait kedua, baris kedua)

· segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai (bait keempat, baris kesatu dan kedua)
matahari

Selain majas hiperbola, dalam puisi Hantu Kolam juga ditemukan majas personifikasi  dan majas simbolik berikut ini.

Personifikasi:

            ·  mataku berenang (bait ketiga, baris pertama)

            ·  kerna kini kolam tak beriak (bait keenam, baris keempat)

Simbolik:

·  tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu (bait keenam, baris kedua)

Puisi kedua berjudul Hantu Musim terdiri atas tiga bait. Bait pertama memiliki tujuh baris, bait kedua memiliki lima baris, dan bait ketiga tedapat tujuh baris. Total baris keseluruhan pada puisi Hantu Musim adalah sembilan belas baris. Puisi tersebut dibuat di Magelang pada tahun 2012. Terdapat pengulangan bunyi yang kelak kita sebut sebanyak dua kali pada bait pertama, baris keempat dan bait kedua, baris ketiga. Peletakan kalimat selalu terpotong dari baris pertama dan menyambung dengan baris selanjutnya. Hal ini membuat pembaca bingung dalam menjeda pada saat membaca. Namun, gaya bahasa pada puisi kedua ini juga sangat menarik. Salah satu majas yang dapat ditemukan adalah majas simile yang berbunyi sebagai berikut.

·  aku hanya musim yang dikirim rebah hutan (bait pertama, baris pertama)

·  bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular (bait kedua, baris pertama)

·  sebagaimana unggas yang pernah kita lihat
di telaga, tetapi bayangannya selalu
(bait ketiga, baris kedua dan ketiga).

Selain majas simile, juga ditemukan majas simbolik pada Puisi Hantu Musim di atas.

· itu tak lebih hanya mengenal kembali peta (bait pertama, baris keenam dan ketujuh)
lama, yang pernah tergurat berjuta masa

· pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu (bait kedua, baris keempat dan kelima)
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

· di telaga, tetapi bayangannya selalu (bait ketiga, baris ketiga dan keempat)
mengirimkan warna sayu, kelabu

Pada puisi ketiga yang berjudul Hantu Dermaga hanya terdiri dua bait. Pada bait pertama terdapat dua belas baris dan pada bait kedua terdiri atas delapan baris. Sehingga, jumlah baris keseluruhan adalah dua puluh baris. Puisi tersebut di tulis di Sidoarjo pada tahun 2012. Sama halnya seperti puisi yang kedua, pada puisi yang ketiga ini dalam peletakan kalimat juga terpotong atau tepisah dan dilanjutkan pada baris berikutnya. Puisi Hantu Dermaga mempunyai beberapa majas didalamnya yang dapat dilihat di bawah ini.

Simile:

· ia serupa pendulum (bait pertama, baris keenam, ketujuh, dan kedelapan)
yang dikulum cenayang
dermaga

· ia hanya titik imaji (bait pertama, baris kesembilan dan kesepuluh)
dari hujan yang berhenti

· bak hujan yang kembali (bait kedua, baris kelima)

Paradoks:

· kisah itu tak sekedar mantram (bait pertama, baris keempat)

· dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar (bait pertama, baris kelima dan keenam)

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini

 

Makna dan Isi Puisi

Ketiga puisi di atas mengisahkan tentang kisah cinta yang dialami oleh tokoh aku. Kata hantu dalam judul puisi merupakan sesuatu yang selalu membayangi dan mengganggu fikiran tokoh aku. Sesuatu hal yang membayangi tokoh aku adalah kenangan yang ia lalui bersama kekasihnya. Ketiga puisi di atas saling berkaitan satu sama lain, sehingga apabila pembaca ingin tahu kelanjutan isi dan makna secara keseluruhan, maka pembaca harus membaca ketiga puisi tersebut.

Pada puisi pertama dengan judul Hantu Kolam, kata kolam diambil karena tokoh aku menjelaskan keadaannya yang dilanda kesepian atau kesunyian dengan berkaca di kolam. Tokoh aku tidak dapat melupakan kenangannya yang ditandai dengan kata terperangkap dan terkubur pada bunyi baris puisi di bawah ini.

· bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap

· aku terkubur sendiri di bawah timbunan
rembulan
segalanya tertemali sunyi
mungkin…

Pada puisi kedua yang berjudul Hantu Musim, kata musim dipakai untuk menjelaskan bahwa tokoh aku tetap mengingat kekasihnya meskipun musim terus berganti. Tokoh aku sebenarnya ingin kembali mengulang kisah cintanya dengan kekasihnya. Namun, hal itu tidak bisa. Tokoh aku dapat mengenal dan belajar tentang berbagai hal ketika ia bersama kekasihnya tersebut yang terlihat pada potongan puisi di bawah ini.

pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

Kemudian, pada puisi ketiga yang berjudul Hantu Dermaga, kata dermaga menggambarkan bahwa kisah cinta tokoh aku dan kekasihnya tidak dapat dipisahkan meskipun terpisah oleh kematian. Hal ini ditandai oleh potongan puisi di bawah ini.

serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

 

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam kematian, mungkin kelahiran
kedua

 

Perbandingan dengan Aktual Ketiga Judul Puisi

Ketiga puisi karya Mashuri di atas masih sesuai dengan keadaan masa kini. Isi dan makna yang tekandung di dalamnya sering kali di alami oleh anak muda. Kegalauan dapat mereka rasakan ketika mereka ditinggal oleh kekasihnya. Hal ini karena mereka tidak dapat melupakan kenangan masa lalu bersama kekasihnya. Namun, karena mereka masih muda cinta mereka sering kali hanya disebut sebagai cinta monyet. Dalam puisi Hantu Dermaga diseutkan bahwa kisah cinta tokoh aku kekal. Hal tersebut juga dapat ditemui pada masa sekarang. Contohnya saja kisah cinta Bapak B.J. Habibie dan Ibu Ainun, istrinya. Kisah mereka begitu terkenal hingga saat ini. Mereka saling mencintai hingga akhir hayat. Terdapat berbagai pelajaran yang dapat diambil dari kisah cinta mereka berdua. Salah satu yang dapat ditiru adalah Bapak B.J Habibie tetap setia pada satu wanita, meskipun Bapak B.J Habibie ditinggal Ibu Ainun meninggal terlebih dulu.

Your Reply