PERINGATANKarya Wiji Thukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat marah
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalah sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
DI BAWAH SELIMUT KEDAMAIAN PALSU
Karya Wiji Thukul
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Kritik Berdasarkan Bentuk Puisi
Puisi dengan judul Peringatan karya Wiji Thukul mempunyai tujuh belas baris dan puisi kedua yang berjudul Dibawah Selimut Kedamaian Yang Palsu terdiri atas enam belas baris. Terdapat pengulangan bunyi apa guna sebanyak tiga kali pada bait kedua baris kedua, keempat, dan kelima belas. Bunyi kalau mulut kau bungkam melulu juga terulang sebanyak dua kali yaitu pada bait kedua, baris kelima dan baris keenam belas. Pengulangan bunyi pada puisi Peringatan mengisyaratkan penegasan atas pesan yang ingin disampaikan Wiji Thukul kepada pembaca. Bunyi tapi juga diulang sebanyak empat kali pada bait kedua, baris ketiga belas. Bunyi tapi tersebut membuat variasi ketika puisi dibaca. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan penulis mudah dimengerti oleh pembaca. Wiji Thukul tidak membubuhkan kata kiasan yang terlalu banyak, sehingga orang awam pun dapat memahami dengan mudah isi pesan dan makna yang terkandung dalam puisi di atas. Namun, ada beberapa kata istilah yang tidak umum, seperti kata subversif pada baris keenam belas dan kata gasat pada baris kesepuluh di bait pertama.
Makna dan Isi Puisi
Sesuai dengan judulnya, puisi dengan judul Peringatan karya Wiji Thukul di atas berisi peringatan yang disampaikan rakyat kepada pemerintah. Peringatan tersebut berisi tentang hak rakyat untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini tertuang dalam bait pertama, baris kedelapan yang ditandai oleh bunyi Penguasa harus waspada dan belajar mendengar. Penguasa yang dimaksud adalah pemerintah. Pada bait pertama juga menjelaskan bahwa keluhan yang ingin disampaikan oleh rakyat harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Yang artinya, pemerintah harus menerima kritikan yang disampaikan rakyatnya. Hal ini sesuai dengan bunyi Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan. Pada bait pertama disebutan pemerintah tidak mau di kritik karena alasan mengganggu keamanan, sehingga rakyat pun memberontak dengan mengatakan lawan! pada baris ketujuh belas.
Pada puisi kedua yang berjudul Dibawah Selimut Kedamaian Palsu, Wiji Thukul juga menegaskan kembali bahwa sebagai seorang pemimpin yang pintar, seharusnya dapat mengayomi rakyatnya. Hal ini sesuai bunyi Apa guna banyak baca buku, Kalau mulut kau bungkam melulu. Ketika rakyat tidak diperbolehkan berpendapat, pemerintah bekerjasama dengan pihak keamanan. Dalam puisi disebutkan Di mana-mana moncong senjata, Berdiri gagah. Selain itu, pemerintah seharusnya bertindak jujur atas tanggungjawabnya sebagai pemimpin. Namun, pada kenyataannya, Wiji Thukul menjelaskam bahwa rakyat dipaksa untuk menjual tanahnya yang ada di desa.
Pesan yang Terkandung dalam Puisi
Pesan yang ingin disampaikan Wiji Thukul kepada pembaca pada kedua puisi di atas ditujukan kepada pemerintah.
1. Sebagai negara yang demokratis, sudah seharusnya pemerintah menerima kritik dari masyarakat karena itu sangat penting untuk perkembangan dalam membangun pemerintahannya menjadi lebih baik lagi.
2. Selain itu, pemerintah juga harus bertindak jujur dalam mengemban tanggungjawabnya yang telah diberikan oleh rakyat.
Perbandingan dengan Aktual
Kedua puisi karya Wiji Thukul di atas masih dapat diterima dan sesuai dengan keadaaan pada masa sekarang. Saat ini, undang-undang tentang ITE menjadi salah satu penghalang masyarakat dalam menyampaikan krtik dan sarannya. Namun, semua tidak melulu menjadi kesalahan pemerintah. Asalkan, dalam berpendapat masyarakat dapat mengolah kata dengan baik, sopan, dan tidak membuat orang lain tersinggung. Pada zaman pemerintah orde lama, hal ini juga terjadi, sampai-sampai masyarakat yang melawan pemerintah akan ditangkap. Wiji Thukul adalah salah satu orang yang memperjuangkan orde baru, sehingga pantas saja puisi dengan judul Peringatan ini diciptakan dengan gambaran kejadian pada saat itu. Perkembangan IPTEK saat ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik dalam pelaksanaan pemerintahan.